TANGGUNGJAWAB INDUK PERUSAHAAN TERHADAP ANAK PERUSAHAAN DALAM SISTEM HOLDING COMPANY Bagian I

Kamis 2 Mei 2019

* Aris Setyo Nugroho, S.H.,M.H

Partner

 

Perusahaan holding sering juga disebut dengan holding company, parent company, atau controlling company. Munir Fuady menyatakan, holding company adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut. Holding merupakan tatanan diantara perseroan-perseroan, yang secara juridis masing-masing merupakan subjek hukum yang mandiri satu terhadap yang lain (separate legal entry), namun sebenarnya seluruhnya merupakan satu kesatuan ekonomis. Sebagai satu kesatuan ekonomis ini diartikan bahwa secara ekonomis kepemilikan atas perseroan-perseroan tersebut mayoritas berada di satu tangan dan apabila perseroan-perseroan tersebut berdiri sendiri-sendiri, maka tidak lain hanya semata-mata untuk pemenuhan dari segi yuridis saja. Dengan mekanisme struktur sebagaimana dimaksud, maka sering disebut sebagai system pola hubungan induk dengan anak perusahaan (beranak-pinak) dalam struktur perseroan. Struktur tersebut yang sebenarnya disebut sebagai system “holding” atau dalam istilah Belanda disebut sebagai struktur “concern” atau yang lazim digunakan dalam praktik di Indonesia disebut sebagai “group”.

Pembentukan perusahaan dengan system holding yang semakin berkembang saat ini sebenarnya merupakan kebalikan atau berlawanan dengan system penggabungan dan/atau peleburan yang dikenal masyarakat sekarang. system holding hingga saat ini belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang mengatur tentang Perseroan Terbatas. Namun pada praktiknya di Indonesia dapat kita temui perusahaaan-perusahaan berskala besar tidak lagi dijalankan melalui bentuk perusahaan tunggal tetapi dalam bentuk perusahaan holding atau group. Berbagai bentuk perusahaan group di Indonesia dapat kita temui seperti Perusahaan Group Semen Gresik, Group Astra, Group Bakrie, Group Bhaktie. Namun keberadaan Perusahaan group di Indonesia ternyata belum menjadi justifikasi bagi perlunya pengakuan yuridis terhadap status perusahaan group dengan badan hukum lainnya. Peraturan perundang-undangan hanya mengatur keterkaitan antara induk perusahaan dengan anak perusahaan dan tidak mengatur mengenai perusahaan group. Perusahaan group mengacu pada realitas bisnis tergabungnya perusahaan-perusahaan untuk membentuk perusahaan group sebagai suatu kesatuan ekonomi.

 

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak lagi memuat terminologi group yang mengacu pada perusahaan group sebagaimana terdapat dalam Pasal 56 huruf b Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan terbatas yang menyatakan bahwa neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalam “satu group”. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas lebih dititik beratkan sebagai dasar hukum perseroan, kerangka pengaturan keterkaitan perusahaan induk dan anak perusahaan yang tergabung dalam perusahaan kelompok yang masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal. UU PT terbaru ini masih mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum perusahaan induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri sehingga secara yuridis badan hukum perusahaan induk dan anak perusahaan tetap diakui sebagai subyek hukum mandiri yang berhak melakukan perbuatan hukum sendiri.

 

Perusahaan group sebagai salah satu perkembangan hukum perusahaan dimana dalam UU PT belum diberikan pengakuan secara yuridis, akan tetapi UU PT ini memberikan legitimasi bagi munculnya realitas perusahaan group, dimana perseroan diberikan legitimasi untuk memperoleh atau memiliki saham pada perseroan lain melalui proses otorisasi kepada suatu perseroan untuk melakukan perbuatan hukum berupa pendirian perseroan lain, pengambilalihan saham, atau pun pemisahan usaha, dan  adanya aturan keterkaitan induk dan anak perusahaan melalui kepemilikan saham induk pada anak perusahaan. Konstruksi Perusahaan induk menimbulkan dualisme badan hukum bagi perusahaan induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum yang mandiri menurut UU PT dan di sisi lain Perusahaan group sebagai kesatuan ekonomi dimana induk perusahaan bertindak sebagai pemimpin sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan usaha anak-anak perusahaan dalam satu kesatuan ekonomi untuk mendukung kepentingan bisnisnya.

 

Seperti diuraikan diatas bahwa dalam system holding company atau group, perseroan-perseroan yang menjadi satu merupakan satu kesatuan ekonomis, maka dalam group juga dapat dikatakan dibentuk dengan maksud dan tujuan agar dapat diselenggarakan penguasaan ekonomis dalam skala yang lebih besar, menghilangkan kompetisi atau untuk menjamin stabilitas penyediaan bahan secara terus-menerus. Hal tersebut dapat dilihat dari hubungan jenis usaha diantara perseroan-perseroan yang menjadi bagian dari group tersebut, apakah memiliki hubungan vertikal atau memiliki hubungan horisontal. Pada umumnya group perseroan yang ada di Indonesia menerapkan pola hubungan vertikal. Ada kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah khususnya mengenai administratif perizinan pendirian sebuah badan usaha atau perseroan. Dalam suatu keadaan tertentu Pemerintah sebagai instansi yang berwenang mengeluarkan izin pendirian usaha lebih mudah memberikan izin terhadap perusahaan baru manakala perusahaan tersebut memiliki hubungan dengan perseroan lain dan/atau memiliki hubungan sebagai penunjang dari jenis usaha yang telah ada tersebut. Selain alasan diatas, pada umumnya perseroan-perseroan di Indonesia yang menggunakan system holding juga didorong untuk menciptakan image bonafide di dalam masyarakat dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain. Sementara apabila terdapat perseroan yang menggunakan system hubungan horisontal diantara perseroannya, maka kemungkinan motifnya adalah untuk menguasai pasar. Mengingat pola hubungan horisontal berarti jenis usaha diantara perseroan-perseroan yang termasuk dalam group tersebut adalah sejenis. Namun ada pula yang bahkan tidak memiliki hubungan diantara jenis usaha perseroan yang satu dengan yang lainnya dengan tujuan diversifikasi jenis usaha. Hal inilah yang dikatakan anak perusahaan digunakan untuk mendukung kepentingan bisnis dari induk perusahaannya.

 

Sebuah perusahaan dikatakan sebagai induk dalam sebuah group dipersyaratkan untuk memiliki lebih dari 50% saham di anak perusahaannya. Dengan kepemilikan saham mayoritas tersebut maka posisi dan kedudukan dari induk perusahaan merupakan pemegang saham dominan dan dapat menentukan arah kebijakan perusahaan. Mengingat bahwa karakteristik dari sebuah Perseroan Terbatas adalah prinsip pertanggungjawaban yang terbatas (limited liability). Terbatasnya tanggungjawab dalam sebuah PT dibagi berdasarkan susunan organ PT tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 1 ayat (2) UU PT Nomor 40 Tahun 2007 yang terdiri atas ;

1.      Rapat Umum Pemegang Saham;

2.      Dewan Komisaris;

3.      Direksi.

Mengingat bahwa dalam struktur holding atau group adalah dimana kepemilikan saham sebesar lebih dari 50% dimiliki oleh induk perusahaan, maka dalam hal ini induk perusahaan tersebut berkedudukan sebagai Pemegang Saham dengan kewenangan, hak dan tanggungjawab sepenuhnya sebagai seorang Pemegang Saham sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.  Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas kewenangan Pemegang Saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang tidak dapat dialihkan kepada Komisaris maupun Direksi adalah sbb ;

1.      Mengubah anggaran dasar PT;

2.      Membeli kembali saham yang telah dikeluarkan kecuali RUPS menyerahkannya kepada organ lain.

3.      Menambah atau mengurangi modal perseroan;

4.      Memberikan persetujuan rencana kerja tahunan perseroan;

5.      Memberikan persetujuan terhadap laporan tahunan perseroan;

6.      Menggunakan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan;

7.      Memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan/atau dewan komisaris;

8.      Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau  pemisahan perseroan;

9.      Menyetujui pengajuan permohonan pailit;

10.  Menyetujui pengajuan perpanjangan jangka waktu berdirinya perseroan;

11.  Memberikan keputusan pembubaran perseroan;

12.  Menetapkan pembagian tugas dan wewenang setiap anggota Direksi;

13.  Mengangkat anggota Direksi;

14.  Memberikan persetujuan untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan Perseroan Terbatas;

15.  Memberikan keputusan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan Negeri;

16.  Memberhentikan anggota Direksi sewaktu-waktu dengan menyebutkan alasannya;

17.  Memberhentikan anggota direksi untuk sementara waktu dengan menyebutkan alasannya;

18.  Mengangkat Dewan Komisaris;

19.  Memberhentikan Dewan Komisaris  secara tetap atau sementara.

Sementara menurut ketentuan Pasal 3 UU PT juga mengatur mengenai tanggungjawab terbatas dari Pemegang Saham dalam perseroan yang menyebutkan : Pemegang saham perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah dimilikinya.

Namun tanggungjawab Pemegang Saham atau disebut juga sebagai pendiri Perseroan tersebut dapat hapus manakala ;

1.      Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi

2.      Pemegang saham yang berangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi.

3.      Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan.

4.      Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

 

Secara yuridis masing-masing perseroan tersebut memiliki karakteristik dan kemandirian sebagai suatu badan hukum yang berdiri sendiri. Induk perusahaan merupakan usaha mandiri yang mendirikan dan membentuk anak perusahaan yang mandiri pula dalam batas-batas tetentu dalam melakukan perbuatan hukum perusahaan dengan pihak ketiga, termasuk berlakunya prinsip limited liability (prinsip keterbatasan tanggung jawab). Dalam hal pertanggungjawaban sebagai pendiri Perseroan tersebut hapus dengan alasan sebagaimana tersebut diatas, maka para Pemegang Saham tersebut dikenakan tanggungjawab hingga ke harta pribadi mereka (tanggung renteng).

Pencarian

Kategori

Hukum Keuangan Q & A MAP